Ingin kuulang kembali:
senja di pantai
ketika matahari merah saga tergelincir di horison.
Kau-Aku bercakap-cakap tentang Tuhan,
yang lama tak diperbincangkan orang.
Momen itu sublim di ruang dadaku.
Bahkan lumpur dari rawa,
di mana kita sempat memotret bangau,
masih basah di sepatuku.
Kala itu cemara laut menjadi rhythm
dan gerimis melarutkan waktu di selisih Kau-Aku.
”Sayangnya...,” katamu
”...ruang dan waktu hanya milik Tuhan yang kita kenal itu.”
Oh, betapa ingin kukirimkan gelombang magnet ke pangkuanmu detik ini juga,
(ribuan detik setelah senja di pantai itu)
untuk membagi ilustrasi yang berloncatan riuh menggelisahkan.
Tak adil bagiku menikmati komposisi sesempurna ini tanpa menyertakanmu.
Namun ruang dan waktu milik Tuhan yang kita kenal itu, tak bisa dipesan untuk mengekalkan kenangan.
Bangau-bangau kini beterbangan dari hatiku,
pulang mengendarai angin entah ke mana.
Adakah mereka singgah di pintumu menarikan ”au revoir”?
No comments:
Post a Comment