Wednesday 15 April 2009

The Scottish Parliament: Membiarkan Ruang Publik Menjadi Milik Publik


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ


Photo credit: Iin RZ

Ada yang menarik untuk diingat kembali dari perjalanan liburan Easter ke Edinburgh minggu lalu. Selain kota utama di wilayah Scotland ini menawarkan pemandangan yang superb dengan konsep perkawinan ideal antara kota lama dan kota barunya, Edinburgh memiliki gedung “The Scottish Parliament”, atau di Indonesia setara dengan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang menyajikan rancangan gedung dan tata ruang yang unik. Gedung ini relatif baru dibangun, masa perencanaan dan konstruksi menghabiskan waktu sekitar 7 tahun sejak 1997 hingga 2004 dan mulai ditempati sejak Agustus 2004.

The Scottish Parliament berada di pojokan antara jalan Canongate (di Barat) dan Horse Wynd (di Utara), berseberangan dengan The Queen’s Gallery, dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua klasik campuran antara Medieval Gothic hingga langgam Victorian berpadu dengan bentang alam bukit Arthur’s Seat di sebelah Timur.

Di luar dari kontroversi besar anggaran dan rancangan bangunannya yang sculptural-modern dengan posisi di antara bangunan-bangunan tua yang dilindungi (yang bagi sebagian besar masyarakat Inggris Raya desain serupa ini masih dianggap sebagai hal yang tabu), satu hal yang membuatku kagum adalah upaya The Scottish Parliament membiarkan ruang publiknya menjadi milik publik. Tidak seperti layaknya gedung DPR(D) di Indonesia yang dipagari tembok & besi, halaman depan The Scottish Parliament dibiarkan terbuka dan dirancang untuk dinikmati khalayak ramai. Jalur pejalan kaki yang nyaman, ruang terbuka dilengkapi furnitur sebagai tempat rehat, kolam dan air mancur yang boleh digunakan untuk berendam kaki, lapangan rumput yang jadi ajang berjemur (ketika udara & matahari sedang bersahabat) atau tempat bermain bola kaki.

Menurutku gagasan penataan ruang publik yang tanggap dan terbuka terhadap pengunjungnya berhasil menjadikan keseluruhan lingkungan The Scottish Parliament menjadi semacam penghubung sosial (social hub), menjadikannya milik umum seutuhnya. Penataan ruang luarnya seolah-olah memiliki filosofi sebagai ‘pengingat’ (reminder) atau penyampai pesan bahwa gedung tersebut adalah ruang kerja para wakil rakyat yang selayaknya tidak menjaga jarak dengan masyarakat yang diwakilinya. Warga yang berseliweran di halaman depan ruang kerja para wakil rakyat ini senantiasa akan mengingatkan para pekerja di dalam gedung bahwa mereka bekerja untuk orang banyak, bukan semata untuk kepentingan pribadinya.

Sayangnya, karena waktu yang terbatas aku belum sempat melihat-lihat ke dalam gedung.
Bagi yang ingin tau lebih banyak tentang The Scottish Parliament silakan klik: http://www.scottish.parliament.uk/vli/index.htm

Hm, jadi tertarik untuk mengadakan safari Gedung DPRD ke seluruh Indonesia. Terus terang, selama ini dalam perjalanan ke beberapa kota di Indonesia belum pernah dengan sengaja meluangkan waktu untuk 'menjenguk' Gedung DPRD nya :)

Mungkin di antara teman-teman ada yang punya pengalaman serupa dengan Gedung DPRD di kota-kota di Indonesia?

*catatan kaki: terima kasih buat Laina atas pinjaman kamera saku-nya!! :)

No comments:

Post a Comment