”Tak seorangpun ingin menjemput gerhana,” katamu.
Memburai kisah yang tengah kurajut diam-diam
ketika waktu yang sesekali luang kita tuang di beranda.
Kau lukis sepotong bulan yang sempurna di matamu,
tanpa carut-marut luka dan sejarah.
Sepi yang merambat naik di kusen jendela malam itu
meminjamkan bulan-mu untukku bercermin,
padanya Aku selesaikan sebuah monolog:
”Aku telah berdamai dengan sejarah.
Sepasang sayap telah kupesan pula dari Bintang Utara.
Pernahkah Aku mengenalkan Musim pada-mu,
sahabatku yang lincah menabuh perubahan itu?
Sesaat nanti, Dia akan menjemputku
untuk membentang lanskap di sepanjang benua,
menabur mimpi ke setiap anak sungai.
Betapa akan kurindu aroma padi dan daun kuda-kuda
dari seberang halaman.
Dan ketika Kau merindukanku,
mungkin sepotong bulan yang Kau simpan di saku-mu
telah menjelma gerhana.”
Btj - 05.Jan.2008
No comments:
Post a Comment